HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

  BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang 

  Berdasarkan UUD 1945, negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.Sesuai ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD 1945, dalam penyelenggaraan pemerintahan dinyatakan bahwa Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan.

  Mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, UUD 1945 beserta perubahannya telah memberikan landasan konstitusional mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia.Diantara ketentuan tersebut yaitu:

1). Prinsip pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat serta hak hak tradisionalnya sepanjang masa hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dari prinsip NKRI.

2). Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

3). Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya.

4). Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa.

5). Prinsip badan perwakilan di pilih langsung dalam suatu pemilu.

6). Prinsip hubungan pusat dan daerah harus di laksanakan secara selaras dan adil.

7). Prinsip hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

8). Prinsip hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan UUD.

9). Prinsip pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. 


Hubungan-hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

memiliki empat dimensi penting untuk dicermati, yaitu meliputi hubungan

kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan. 

Pertama, pembagian kewenangan untuk menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan tersebut akan sangat mempengaruhi sejauh dimana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan, karena wilayah kekuasaan Pemerintah Pusat meliputi Pemerintah Daerah, maka dalam hal ini yang menjadi obyek yang diurusi adalah sama, namun kewenangannya yang berbeda. 

Kedua, pembagian kewenangan ini membawa implikasi kepada hubungan keuangan, yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

Ketiga, implikasi terhadap hubungan kelembagaan antara Pusat dan Daerah mengharuskan kehati-hatian mengenai besaran kelembagaan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan masing-masing. 

Keempat, hubungan pengawasan merupakan konsekuensi yang muncul dari pemberian kewenangan, agar terjaga keutuhan Negara Kesatuan. Kesemuanya itu, selain diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tersebut, juga tersebar pengaturannya dalam berbagai UU sektoral yang pada kenyataannya masing-masing tidak sama dalam pembagian kewenangannya 14.Pengaturan yang demikian menunjukkan bahwa tarik menarik hubungan tersebut kemudian memunculkan apa yang oleh Bagir Manan disebut dengan spanning 15 antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

B. Identifikasi Masalah

Konstruksi hubungan antara pusat dan daerah seperti diatur dalam Undang-

Undang No. 22 Tahun 1999, telah menyebabkan beralihnya kekuasaan dari

Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Kekuatan gerakan

sentrifugal 18 ini menjadi sangat lemah, karena para elite lokal yang menghendaki

kemerdekaan provinsi menjadi terpecah. Para Bupati dan Walikota lebih tertarik

untuk menjadi “raja kecil” di wilayahnya, daripada menjadi “hulu balang” di negara

yang akan dibentuk. UU No. 22 Tahun 1999 bahkan meletakkan dasar perubahan

yang radikal (radical change) dalam hubungan antara Pusat dan Daerah, juga dalam

Sistem Administrasi Publik Indonesia secara keseluruhan (Rohdewohld, 2003: 259). 19

Hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, sebagaimana

diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 diharapkan dapat memberikan obat penawar

bagi kegelisahan dan kemarahan daerah. Tetapi dalam praktek tidak serta merta

menyurutkan keinginan Aceh dan Papua untuk memerdekakan diri. Sebaliknya

pemberian otonomi yang luas kepada pemerintah daerah, yang telah direvisi dengan

UU No. 32 Tahun 2004, juga telah menyebabkan sejumlah paradoks dalam

pembangunan dan pemerintahan. Bahkan dibeberapa daerah mengarah kepada

kesimpulan gagalnya otonomi daerah dicerminkan dari ketiadaan political eguality,

local responsiveness dan local accountability.20

Banyaknya urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota tidak diikuti dengan

kemampuan dan jumlah sumber daya manusia (SDM) aparatur yang tersedia.

Terbatasnya kualitas dan jumlah SDM aparatur merupakan masalah utama yang

dihadapi oleh kabupaten/kota sangat dirasakan dalam pelayanan maupun dalam

pengelolaan keuangan daerah. Disisi lain peran dan fungsi Gubernur sebagai wakil

pusat pun tidak berjalan efektif, sehingga SDM aparatur tidak dapat didistribusikan

secara merata kepada kabupaten/kota di provinsinya.21

Otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan

akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah. Jaminan partisipasi masyarakat dalam

bentuk peraturan daerah belum menjadi kebutuhan dan kewajiban bagi pemerintah

daerah. Dalam perencanaan pembangunan dan anggaran, misalnya masih dipandang

hal yang eksklusif dominan pemerintah dan harus dirahasiakan keberadaanya dari

akses publik. Pada sisi lain, kesempatan masyarakat untuk melakukan kontrol


terhadap kinerja pemerintah juga tidak terwujud, hal ini dikarenakan tidak adanya

prosedur dan mekanisme yang terlembaga yang memungkinkan masyarakat

melakukan keluhan dan mengontrol kinerja pembangunan. Keluhan masyarakat tidak

pernah diketahui hasilnya, akibatnya masyarakat tidak memperoleh informasi

apakah keluhan yang disampaikan telah direspon dan ditindaklanjuti.

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik.

Tujuan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU)

tentang Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah adalah sebagai

landasan ilmiah bagi penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU), yang

memberikan arah, dan menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan Rancangan

Undang-Undang ( RUU). Sedang kegunaannya adalah selain sebagai bahan masukan

bagi pembuat Rancangan Undang-Undang juga dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


BAB II

KAJIAN TOERITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis Terhadap penyelenggaraan, Kondisi yang ada, Serta Permasalahan

Yang Dihadapi Masyarakat.

I. Sistem Pemerintahan Indonesia.

a. Pengertian Sistem Pemerintahan.

Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan

pemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa

Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan

Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata

perintah.

Kata Perintah dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti :

a) Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu

b) Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah,

atau, Negara

c). Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah

Memahami dari kata pemerintahan dapat diartikan sebagai berikut :

1. Pengertian pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah

yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di

suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara,

sedangkan

2. dalam arti sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang

dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka

mencapai tujuan penyelenggaraan negara.

Dengan demikian Pengertian Sistem Pemerintahan adalah sebagai suatu

tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja

saling bergantungan dan mempengaruhi dalam pencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.10

Menurut Anton Praptono 23, istilah sistem pemerintahan merupakan

gabungan dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintahan”. Sistem berarti

berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai

hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional

terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu

ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian

tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan itu. Dan

pemerintahan dalam arti luas mempunyai pengertian segala urusan yang

dilakukan negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan

kepentingan negara itu sendiri. Dari pengertian itu, maka secara harfiah sistem

pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antar lembaga

negara dalam menyelenggarakan kekuasaan-kekuasaan negara untuk

kepentingan negara itu sendiri dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyatnya.

Sistem pemerintahan diartikan (Menurut Konsep Trias Politika dalam

Suatu Negara) sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen

pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi dalam

pencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara

diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan

menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan;

Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk undang-undang; Dan

Kekuasaan Yudikatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran

atas undang-undang.

Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga

eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintahan negara

menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar-lembaga

negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan

negara yang bersangkutan.

Sedangkan tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada

cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia11

adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan social. Sehingga lembaga-lembaga yang berada dalam satu

sistem pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang

untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.

Menurut Moh. Mahfud MD24, sistem pemerintahan negara adalah

mekanisme kerja dan koordinasi atau hubungan antara ketiga cabang

kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh. Mahfud MD, 2001: 74).

Dengan demikian dapat disimpulkan sistem pemerintahan negara adalah

sistem hubungan dan tata kerja antar lembaga-lembaga negara dalam rangka

penyelenggaraan negara.

b. Model Sistem Pemerintah.

Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:

1. sistem pemerintahan presidensial;

2. sistem pemerintahan parlementer.

Pada umumnya, negara-negara di dunia menganut salah satu dari sistem

pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai

variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris

dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan

parlemen. Bahkan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk

parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara

dengan sistem pemerintahan presidensial.

Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-

ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan

model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam

system pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang

tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan

diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia.

Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan

pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan

disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan

eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem

pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar

pengawasan langsung badan legislatif. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri,

kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan parlementer.

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :

1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang

anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan

lembaga legislatif.

2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang

memenangkan pemilihan umum. Partai politik yang menang dalam

pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.

3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksanakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini,kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.

4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.

5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala Pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki.Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.

6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen.Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk pembentukan parlemen baru.

II. KOMPARASI PENERAPAN MODEL SISTEM PEMERINTAHAN.

1. Sistem Pemerintahan Indonesia

a. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.

1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum(rechtsstaat).

2. Sistem Konstitusional.

3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.

5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan rakyat.

6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.


*Ciri umum penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia sesuai dengan UUD 1945 adalah:

1) Pemerintahan Daerah merupakan hasil pembentukan oleh Pemerintah,bahkan dapat dihapus oleh Pemerintah melalui proses hukum apabila daerah tidak mampu menjalankan otonominya setelah melalui fasilitasi pemberdayaan;

2) Dalam rangka desentralisasi, di wilayah Indonesia dibentuk Provinsi dan di wilayah Provinsi dibentuk Kabupaten dan Kota sebagai daerah otonom;

3) Sebagai Konsekuensi cirri butir 1 dan 2, maka kebijakan desentralisasi disusun dan dirumuskan oleh Pemerintah, sedangkan penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan melibatkan masyarakat sebagai cerminan pemerintahan yang demokratis;

4) Hubungan antara pemerintah daerah otonom dengan pemerintah

nasional (Pusat) adalah bersifat tergantung (dependent) dan bawahan (sub-ordinate). Hal ini berbeda dengan hubungan antara pemerintah

Negara bagian dengan pemerintah federal yang menganut federalisme,

yang bersifat independent dan koordinatif;

PEMERINTAH PUSAT

TERGANTUNG & SUBORDINASI

DAERAH OTONOM

PROVINSI

DAERAH OTONOM

KAB / KOTA

HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH

SEBAGAI DAERAH OTONOM

5) Penyelengggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan pemerintahan yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi Pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi Lembaga Negara Yang membidangi legislatif atau Lembaga pembentuk Undang-Undang dan Yudikatif ataupun lembaga Negara yang berwenang mengawasi keuangan Negara. Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang di desentralisasi menjadi kewenangan Kepala Daerah dan DPRD untuk melaksanakannya sesuai dengan mandat yang diberikan Rakyat Secara universal terdapat dua pola besar dalam merumuskan distribusi

urusan pemerintahan, yakni :

1) Pola general competence (otonomi luas) dan

2) Pola ultra vires (otonomi terbatas)

Dalam pola otonomi luas dirumuskan bahwa urusan-urusan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat bersifat limitatif dan sisanya (urusan residu)menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Sedangkan dalam prinsip Ultra Vires adalah Urusan-urusan Daerah yang ditentukan secara limitatif dan sisanya urusan residu) menjadi kewenangan Pusat.Urusan pemerintahan dimaksud menurut ketentuan UU No. 32 tahun 2004 meliputi :

1. Politik luar negeri

Dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga Negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan Negara lain,menetapkan perdagangan luar negeri dan sebagainya;

2. Pertahanan

Misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata menyatakan perang dan damai, menyatakan Negara atau sebagian wilayah Negara dalam keadaan bahaya, membangun mengembangkan sistem pertahanan Negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela Negara bagi setiap warga Negara dan sebagainya.

3. Keamanan

Misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian Negara menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum Negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan Negara, dan sebagainya.

4. Moneter

Misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang,Menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya.

5. Yustisi

Misalnya mendirikan lembaga peradilan,mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberi grasi, amnesty,abolisi,membentuk UU, PP, dan peraturan lain yang berskala internasional, dan sebagainya.

6. Agama

Misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama,menetapkan kebijaksanaan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan sebagainya.

7. Bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya yang berskala internasional tidak diserahkan kepada daerah.Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud diatas, pemerintah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan,

2. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintahan,

3. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pengaturan hubungan wewenang dengan suatu undang-undang sebagaimana amanat UUD 1945 membuka lembaran baru dalam pengaturan hubungan pusat dan daerah. Pengaturan yang demikian itu menjadi landasan kuat terwujudnya kejelasan dan kepastian pengaturan, baik tentang pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat secara sendiri-sendiri maupun tentang

hubungan fungsional di antara keduanya.

2. Substansi pengaturan dalam undang-undang tentang hubungan wewenang pusat dan daerah mencakup:

a. Ketentuan umum hubungan wewenang pusat dan daerah

b. Prinsip hubungan pusat dan daerah

c. Kelembagaan hubungan pusat dan daerah

d. Cara pemberian wewenang oleh pusat

e. Hak dan kewajiban dalam hubungan pusat dan daerah

f. Bentuk hubungan dalam pelaksanaan wewenang oleh pusat dan

daerah

B. Rekomendasi

1. Amanat konstitusi tentang pengaturan hubungan wewenang pusat dan daerah dengan suatu undang-undang perlu segera diwujudkan. Penunaian amanat konstitusi ini dapat menjadi titik awal pemaduan pengaturan tentang dimensi lainnya dalam hubungan pusat dan daerah, yang selama ini tercakup dalam berbagai undang-undang sektoral dan ada bagian-bagian pengaturan yang cenderung tidak harmonis.

2. Undang-undang tentang hubungan wewenang seharusnya menjadi landasan bagi pengaturan yang termaktub dalam pelbagai undang-undang sektoral menyangkut dimensi-dimensi hubungan pusat daerah, antara lain undang undang tentang pemerintahan daerah, undang-undang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, undang-undang berkenaan dengan sumber daya alam, undang-undang pelayanan publik, dan undang-undang tentang kementerian Negara. Untuk itu, pelbagai undang-undang sektoral tersebut perlu disesuaikan dengan substansi undang-undang tentang hubungan wewenang pusat dan daerah (apabila nanti telah ditetapkan).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A

3

B